Sebagai ibu yang hidup dengan kemajuan teknologi, hal ini membuatku mendapat banyak referensi dalam perjalanan membersamai anak. Selain ilmu yang kudapat dari akun parenting, aku juga kerap menyimak sharing pengalaman orang di media sosial, utamanya mommy mommy muda yang hits di Instagram, aku juga mendapat ilmu dari beberapa bacaan.
Walau ada yang beranggapan buku parenting hanya sekedar teori, namun aku tetap nggak kapok sih untuk terus membaca. Soalnya aku merasa sering eror, aku butuh pendapat pakar yang akan memvalidasi diriku.
Meski pun pada prakteknya sering bertolak belakang dengan teori, semisal perkara makan nih. Dalam teori, sebaiknya anak diijinkan ketika ingin memasukkan sendiri makanan ke dalam mulutnya. Aku setuju, aku pun mempraktekkan hal ini ketika masa MP-ASI kala itu tiba.
Aku juga merasakan banyak manfaat dari penerapan beberapa teori parenting semisal membiasakan anak duduk di rumah ketika ritual makan tiba. Alhasil aku tidak kerepotan ketika sesi makan siang datang saat kebetulan kami sedang berada di tempat yang tidak memungkinkan untuk bergerak leluasa. Anak enjoy melahap bubur bayi instan yang aku arahkan ke mulut mungilnya tanpa harus menggunakan ritual jalan-jalan.
Curhatan lainnya tentang perjalanan membersamai anak, perjalanan membiasakan anak merawat gigi bisa dibaca di sini.
Perasaan saat menghadapi kritik orang lain mengenai gaya parenting kita, bisa dibaca di sini.
Namun pada akhirnya, teori-teori tersebut lenyap seiring dengan bertambahnya usia anak. Nah loh! Berganti dengan aku yang senantiasi menyuapinya. Alasannya tanpa hal demikian, anak akan lebih asyik bermain dan melupakan kebutuhan makan. Ehm, hal ini terus aku perbaiki kok, karena rasanya lebih repot kalau makan harus sambil jalan-jalan.
Nah, satu ilmu parenting yang aku buktikan dengan hasil sesuai dengan kenyataan adalah kalau ngobrol bersama anak harus menggunakan penyebutan kata yang benar, tidak dicedal-cedalin khas anak kecil.
Tetap memberi contoh yang betul, bagaimana anak menirukan, kemampuannya membunyikan sesuai pelafalan akan meningkat seiring waktu.
Dengan menerapkan hal ini, Alhamdulillah anakku menjadi lebih lancar berbicara, minim cedal padahal sebelumnya ia sempat irit ngomong dibanding teman seusianya.
Dalam kasus ini ternyata dia hanya kurang stimulasi alias kurang sering diajak ngobrol 🙂
Belakangan semakin percaya bagaimana anak bersikap tergantung bagaimana pula kita memperlakukannya. Buktinya anakku yang sudah 4 tahun 6 bulan, berubah cadel saat diajak ngobrol oleh kakeknya dengan bahasa cadel khas bahasa bayi 🙁
Itu dia sedikit pengalaman pribadi saat membersamai anak. Pada intinya, teori memang teori, saat eksekusi biasanya akan jauh dari teori. Namun dengan bekal teori aku sudah punya gambaran dan solusi yang sebaiknya ditempuh.