Ketika kita sudah berusaha dengan maksimal tiba-tiba ada orang lain yang menyepelekan upaya kita, kemudian menganggapnya sebagai faktor ‘luck’ itu gimana sih rasanya sepet-sepet gimana gitu ya..
Pada suatu siang, sambil menunggu antrian panggilan teller, aku duduk di samping ibu-ibu paruh baya. Sambil mengawasi anakku yang mondar mandir, aku menoleh ketika ibu tersebut membuka percakapan, ‘giginya bagus ya mba.’
“Tapi mulai susah nih Bu kalau disuruh sikat gigi. Ada aja alasannya ngeles.”
‘Nggak makan permen ya? Cucu saya senengnya permen jadi giginya rusak.’
“Makan Bu, tapi selalu saya suruh sikat gigi abis makan.”
‘Nurut ya, cucu saya susah banget. Pasti langsung main.’
“Ya sama aja sih Bu, tapi saya paksa, hehe.”
‘Kalau cucu saya tetep nggak mau. Ini adeknya nurut.’
Di sini aku cukup tahu diri untuk tidak memaksakan alasan yang pada ujungnya malah semakin membuatku senewen nggak jelas. Hehe..
Sampai di rumah, kok rasanya masih agak sebal ya. Entah akunya yang lebay atau ibu tersebut yang memang kurang bisa sedikit ber-akting untuk melegakan hatiku ini wqwq..
Hehehehe..
Menghadapi anak kecil sebenarnya sama saja sih, mereka pasti ngeles ketika diminta melakukan hal yang sedang tidak menarik minatnya.
Mendadak jadi pingin cerita perjalanan ini hehe..
Latar belakang,
Kuakui tanpa latar belakang kuat aku tidak memiliki tekad sebulat ini untuk mengajarinya gosok gigi secara rutin.
Sewaktu kecil aku dibebaskan menikmati permen tanpa diikat aturan. Jadi harap maklum bila saat masih balita, sakit gigi adalah salah satu problematika hidup yang sering menghampiriku. Huaha.
Akibat lain adalah gigi tumbuh tidak rapi karena sejak kecil sudah terkena caries. Beberapa hal tidak menyenangkan terkait punya gigi tidak rapi adalah pergaulan yang terhambat, soalnya bikin kita kesulitan berbicara secara leluasa dan penuh percaya diri.
Selain itu, gigi dan mulut tidak bisa berfungsi dengan maksimal. Susah mengunyah sesuatu atau kekuatan gigi yang kurang karena letaknya yang sudah salah tempat sejak awal ._.
Hal lain ialah biaya perawatan gigi agar tampak rapi itu mahal. Yap mahal dan menurut mereka yang pernah mengalaminya prosesnya lumayan sakit.
Hambatan Supaya Anak Konsisten Sikat Gigi
Ortu yang malas. Ortu yang terlanjur pewe rebahan di atas tempat tidur. Ortu yang ketiduran.
Keberhasilannnya memang tergantung pada orang tua dulu sih. Menurut pengalamanku, anak hanya mengikuti.
Setidaknya itulah yang aku rasakan. Kenapa tumben aku bisa konsisten? Balik lagi pada alasan-alasan emosional yang melatarbelakanginya.
Anakku mulai aku biasakan gosok gigi setelah dua gigi atasnya tumbuh. Agak telat memang. Membersihkan gigi dan mulut sebenarnya bisa dimulai sebelum ada gigi yang tumbuh, terutama setelah minum ASI lalu dibersihkan dengan kain lembut.
Saat itu, yang menjadi targetku adalah pembiasaan kegiatan gosok gigi. Jadi ya memang, kalau anaknya lagi nggak mau sikat gigi di kamar mandi/wastafel ya aku ngalah, bawa sikat gigi dan odol di kamar.
Seperti yang aku ceritakan di awal, hambatan saat membiasakan anak gosok gigi ya rasa malas yang semestinya memang tidak boleh dituruti. Karena target awalnya membiasakan gosok gigi, jadi tidak ada alasan apapun yang bisa membenarkan kita untuk skip gosok gigi.
Saat menuruti mood anak yang lagi enggak mood gosok gigi, pastinya nggak boleh lupa untuk mengingatkannya kalau gosok gigi sebaiknya tetap pada tempatnya.
Btw, awalnya aku hanya menggunakan sikat gigi tanpa odol. Jadi ya hasilnya memang tidak maksimal. Semakin dia besar, semakin beragam pula makanan yang masuk ke dalam mulutnya sehingga resiko terkena karies bisa semakin besar.
Di sinilah perjalanan mencari pasta gigi yang tepat dimulai. Rasa yang tepat di mulut anak dan harga yang tepat di kantong ibu. Rekomendasi pasta gigi anak bisa dibaca di sini
Kalau sejak awal si anak enggak suka satu kegiatan tertentu biasanya dia akan menolak dengan beragam alasan. Jadi pastikan sebagai ortu kita siap menjadi solusi bagi setiap alasan si anak.
Ya tujuannya kan baik menanamkan kebiasaan gosok gigi.
Waktu itu anakku selalu protes karena rasa odol yang pedas. Yaudah cari yang tidak pedas.
Saat bertemu orang dan kebetulan sedang membahas tentang per-gigi-an, pasti ada saja yang berkomentar, ‘tapi anakku suka permen, anakku suka coklat, anakku sudah gosok gigi tapi tetep aja giginya coklat bla bla.’
Ya, sama saja Bu! Kayaknya mayoritas anak kecil memang suka sama makanan manis semacam permen atau coklat deh. Nah, lalu bagaimana? Ada kok triknya!
Sedangkan gigi yang tetap kotor meski sudah gosok gigi dengan rutin mungkin disebabkan oleh caranya yang kurang tepat.
Tips Memilih Pasta Gigi dan Sikat Gigi Anak
- Pastikan pasta gigi terbuat dari bahan yang aman untuk anak-anak. Meski bukan untuk ditelan terkadang anak-anak terlalu penasaran sehingga akan menelannya.
- Pilih pasta gigi yang memiliki rasa kalem.
- Perhatian ukuran kepala sikat gigi. Tidak perlu bingung karena dalam kemasan, biasanya dilengkapi keterangan rekomendasi usia anak kok.
- Perhatian bulu sikat. Pilih bulu sikat yang lembut agar tidak melukai giginya.
- Meskipun anak terlihat sudah mampu gosok gigi, jangan taruh sepenuhnya tanggung jawab ini pada anak ya. Sebagai ortu, kita tetap wajib mendampingi karena aku sebagai orang dewasa saja masih suka kurang bersih saat gosok gigi kok, harus sambil ngaca untuk ngecek, apalagi anak kecil?
- Jangan lupa sikat gigi setiap selesai makan coklat. Atau minimal minum air hangat. Dari info yang kudapat dari petugas Puskesmas, minum air hangat dapat membantu meluruhkan kotoran. Nah, itu adalah salah satu trik yang aku lakukan untuk meminimalkan noda coklat atau makanan manis menempel di giginya.
Untuk hal apapun aku selalu berusaha (kalau lagi nggak lupa hehe) untuk memberi kebebasan yang beraturan. Harapannya agar anak tidak hanya menuntut hak tetapi juga paham tentang kewajiban. Jangan sampai kisah tragisku semasa kecil terulang pada anak. Ya itu, diberi kebebasan tanpa ikatan sehingga hasilnya justru merugikan si anak.
Itu tadi, se-fruit perjalananku untuk membiasakan anak gosok gigi. Sudah pasti banyak sekali kurangnya. Untuk mengunjungi dokter gigi memang belum aku lakukan. Pertama, di sini tidak ada dokter gigi khusus anak. Kedua, mengunjungi dokter gigi untuk cek kesehatan giginya baru sebatas wacana.
Semoga segera bisa terealisasi ya.