Bukan Pelit, Tapi Prioritas

Kemarin saya sempat menulis blogpost berjudul “Menjadi Pelit” karena tiba-tiba merasa, ‘eh kok aku sekarang selalu berfikir sejuta kali ya sebelum memutuskan membeli barang.’

Sebagai rakyat jelata saya tetap berpegang teguh pada prinsip, ‘kalau bisa murah kenapa harus mahal?’

Alasan kenapa saya menjadi kayak gitu, sudah saya tulis di blogpost tersebut. Lalu ada seorang teman yang memberi komentar, ‘kita itu bukan pelit tapi efisien.’

Nah, hal ini yang memicu kegaduhan di kepala saya. Dan tiba-tiba teringat tentang bahasan yang sempat ingin saya tulis, tapi lupa.

Saya setuju dengan penyebutan efisien, dibanding pelit yang dikasih tanda kutip, seperti yang saya tulis sebelumnya. Tapi saya pribadi, lebih suka menyebutkannya paham prioritas.

Prioritas

Iya kan, setiap orang punya prioritas yang berbeda. Setelah memiliki anak, otomatis saya bukan the most important thing in my life lagi, seperti jargon saya sebelum menikah.

Bukan bermaksud menafikan kepentingan diri juga. Toh, kebahagiaan anak berasal dari ibu yang terlebih dulu bahagia.

Hanya saja, kepentingan saya masih luwes untuk dinego.

Kepentingan anak yang masih menjadi prioritas saya sementara ini adalah makanan. Soalnya anak saya masih balita. Jadi dibanding pakaian atau mainan, saya memang lebih memilih nutrisi.

Bukan tanpa alasan.

Sesungguhnya apabila uang saya agak banyak, mungkin saya memilih lebih dari satu prioritas. Tapi ya udah ya, mengutip kata Atiit, mari kita sesuaikan dengan keadaan karena jika keinginan yang menjadi tolak ukur. Ya, tidak akan ada limit-nya.

Dia masih balita. Untuk pakaian, iyap penting. Tetapi melihat keseharian kami yang banyak di rumah (dan sekolah yang pakai seragam), rasanya koleksi pakaiannya masih cukup. Punya baju untuk main, pakaian tidur dan outfit kondangan. Beda cerita mungkin kalau kami aktif pergi-pergi dan ketemu banyak orang. Mungkin penampilan adalah hal yang tidak kalah prioritas. Seperti pepatah Jawa yang mengatakan, ‘ajining diri seko busono.’

Alasan lain, ya karena dia masih anak-anak. Dia belum masuk SD, belum SMP, dimana akses untuk bertemu lebih banyak orang akan lebih besar. So, rasa-rasanya kepingin barang yang digunakan teman kok masih minim dan bisa dinego ya.

Soal permainan, di rumah saya ada banyak alternatif permainan yang bisa menghibur diri. Rumah saya masih di dalam kampung. Jadi kalau bosan, ya tinggal lari ke kebon kita cari bunga-bunga liar. Atau ngadem di bawah pohon talok sambil emaknya ghibah sama tetangga.

Jadi dibanding pakaian atau mainan, saya memang lumayan ‘boros’ untuk makanannya.

Karena paham prioritas, maka saya paham pos mana saja yang saya buatkan budget lebih besar. Karena paham prioritas, maka saya bisa bersikap efisien. Dan tahu mana saja yang masih relevan dengan prinsip, ‘kalau bisa murah kenapa harus mahal?’

Hal ini juga saya terapkan pada diri sendiri. Salah satu kebutuhan yang selalu saya anggarkan secara rutin adalah skincare.

Nah, karena makin ke sini makin paham prioritas, saya mungkin akan membeli sesuatu yang benar-benar dibutuhkan kulit.

Selama satu tahun lebih, saya tetap bertahan dengan 4 langkah skincare dasar dan yap Alhamdulillah itu sudah cukup.

Mungkin ke depannya saya akan menambah serum mungkin juga menambah eye cream, tapi bisa jadi mengurangi pelembap. Karena sepertinya, essence sudah bisa menggantikan tugasnya.

Sekian curcol ngalor-ngidul ini.

Leave a Comment